Gereja perlu dilindungi dari “orang kuat” PARA PENATUA
Sistem kepengurusan gereja yang monopolistik itu tidak Alkitabiah. Dalam Alkitab tidak ada contoh satu orang memonopoli segala urusan, atau satu orang menangani semua kewajiban rohani dalam sebuah gereja lokal, sebagaimana yang dipraktikkan “gereja” hari ini.
Eksistensi penggembala (pendeta) memang Alkitabiah, tetapi sistem kependetaan – kepengurusan yang dimonopoli oleh satu orang – itu adalah penemuan kedagingan manusia.
Dalam Alkitab, penatua atau penilik satu gereja lokal selamanya tidak pernah berbilangan tunggal, melainkan jamak. Allah tidak suka memakai seorang saudara untuk berdiri pada satu posisi istimewa, dan menyuruh saudara-saudara lain tunduk kepadanya. Allah senang memakai beberapa saudara untuk mengelola satu gereja.
Kepengurusan yang monopolistik oleh satu orang sangat mudah membuat orang tinggi diri, menganggap dirinya sangat penting dan menekan saudara-saudara lain (III Yoh. 9-10).
Cara Allah justru hendak melindungi gereja lokal agar tidak dikendali oleh satu orang kuat, membuat suatu gereja menjadi milik pribadi, dan membuat gereja mengenakan warna orang tersebut.
Maka perlu ada beberapa penatua yang bertanggung jawab atas satu gereja lokal, agar tidak ada orang tertentu bertindak sekehendak dirinya sendiri, dan membuat gereja Allah sebagai pusakanya sendiri. Dengan kepengurusan yang “non-monopolistik” baru semuanya bisa belajar memperhatikan pendapat saudara lain, dan supaya semuanya ingat, bahwa kawanan domba itu adalah kawanan domba Allah, bukan kawanan domba seseorang.
Semuanya adalah anggota Tubuh, tak seorang pun dapat menjadi kepala orang lain. Gereja bersifat saling (timbal balik); yang tidak timbal balik itu bukanlah gereja.